Suatu Hari di Pertengahan Tahun

Mario
2 min readMay 28, 2021

--

Foto oleh Timon Studler (unsplash.com)

Di tempat-tempat di mana anak-anak muda sering berkumpul — aku tidak mau memulai tulisan dengan adegan pembuka di sebuah kedai kopi, jadi siapa saja bebas memikirkan di mana dan seperti apa tempat ini — aku mendengar suara-suara dari mereka yang merasa dirinya keren ketika berbicara dengan memasukkan angka dan persentase yang keluar dari mulutnya. Ada juga yang semakin percaya diri saat bercerita sembari mengutip kata-kata dari buku atau artis internet favoritnya. Beberapa lagi bersuara lantang dengan embel-embel science based.

Muda, beda, dan berbahaya. Aku mengutip lirik sebuah band yang satu personelnya bikin pusing kepala hampir seluruh masyarakat se-Indonesia. Aku penasaran apakah mereka lupa untuk mencantumkan kata “terlalu” di awal tiap-tiap kata saat membuat lirik. Mungkin lebih baik jika menjadi kalimat tanya dengan menambahkan kata “seberapa” di awal tiap-tiap kata. Karena, tinggal menunggu waktunya saja untuk menjadi tua, sama, dan aman.

Di balik gang becek menuju pasar, dinding penuh corat-coret paling jujur. Segerombolan ibu-ibu tanpa masker sedang membahas betapa lucunya Kiano Tiger Wong. Sedang beberapa, sambil menenteng banyak kantong plastik yang di dalamnya berisi ikan mentah dan sayur mayur, memasang raut muka sedih karena istri seorang Youtubers terkenal yang baru saja menikah harus kehilangan anaknya.

Di warteg yang telur mata sapinya masih keras dan bertumpuk, ada sebuah tv layar cembung yang menayangkan berita antara Israel dan Palestina. Tidak ada yang menonton karena warteg sedang sepi. Penjual warteg pun lebih senang perang stiker WhatsApp menggunakan smartphone yang pengaturan tampilan font-nya paling besar.

Menyalahkan negara akhir-akhir menjadi keren dan tren. Biasanya kata-kata benci keluar dari mereka yang belum sejahtera karena hidup tak berarah atau sial finansial. Mungkin saja benci adalah bahasa sayang yang baru, karena sayang yang patuh dan tunduk sudah lelah dipraktekkan setelah 30 tahun lamanya.

Kenapa manusia bisa tahu kapan akan terjadinya suatu kelahiran tapi tidak kematian? Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan thread. Terlalu banyak informasi yang harus kita ketahui ternyata juga melelahkan. Kamu harus tahu ini, kamu harus tahu itu, kamu harus.

Benar juga cuitan Aan Mansyur, seorang penulis puisi asal Makassar: tidak main twitter sehari, dan saya ketinggalan segala hal, tapi coba tidak main twitter sebulan, kau tidak akan ketinggalan apa-apa.

Ujung dinding gang becek tadi diakhiri dengan gambar alat kelamin pria. Di sini, alat reproduksi pria memang kerap tidak hanya digambar dan disebut, tapi juga menjadi kata kerja.

Kukira sekarang kita masuk era para badut. Sirkus mungkin akan kembali menjadi beken nantinya, seiring kata beken itu sendiri. Namun, tidak ada yang perlu dipermasalahkan, asalkan tetap mengikuti sebuah kata ajaib yang menjadi andalan banyak orang setahun terakhir ini.

--

--

No responses yet