Pelajaran Herbology telah rampung. Di lorong, perempuan berjubah hitam dengan warna kuning di baliknya berjalan menghindari kerumunan. Rambutnya kusut akibat Mandrake yang jahil di kelas Herbology. Ujung bagian bawah jubahnya sudah kusam. Jubah yang ia kenakan sejak tahun ketiga hingga sekarang ia berada di tahun kelima itu sepertinya sudah harus diganti demi kenyamanan mata. Namun ia menolak. Kusam dan beberapa sobekan kecil di bagian yang tidak terlalu terlihat jika tidak diperhatikan secara detail itu tidak membuatnya harus membeli jubah baru. Sekalinya ia membeli jubah baru adalah karena di tahun ketiga jubah yang ia kenakan sudah tidak muat lagi. Sekarang ia bersyukur pertumbuhan badannya sejak saat itu tidak memengaruhi apa pun yang ia kenakan di tubuhnya. Syal kuning-hitam tidak lagi bergantung di lehernya melainkan sudah berjejalan di dalam tas ransel bersama dengan The Standard Book of Spells Grade 5 oleh Miranda Goshawk, Magical Mediterranean Water Plants and Their Properties, dan Toadstool Tales oleh Beatrix Bloxam yang harus segera dikembalikan ke perpustakaan.
Kini ia berdiri di depan tong besar yang dapat ditemukan ditumpuk di ceruk batu bayangan di koridor sebelah kanan dekat dapur. Jika ia salah mengetuk tong-tong itu, alih-alih pintu terbuka, salah satu tong akan meledak dan mencipratkan cuka.
Sekarang perempuan itu sudah berhasil memasuki pintu masuk rahasia, melewati sebuah terowongan dan kini ia berada di sebuah ruangan bundar dan besar. Sebuah ruangan yang selalu terasa hangat dan bersahabat sepanjang waktu. Langit-langitnya rendah, jika mengarahkan kepala ke arah jendela, mata akan tertuju pada dandelion dan rerumputan yang beriak.
Segera ia duduk di salah satu sofa, meletakan sembarangan jubah dan tasnya. Lalu ia mengayunkan tongkat kayu alder dengan inti rambut unicorn miliknya, sekejap sebuah ketel tua melayang dan menghasilkan suara bising akibat air mendidih di dalamnya dan tutup ketel yang sudah penyok terus bergera tanda air dalam ketel sudah mendidih.
Ketel itu lalu dengan sendirinya menuangkan air panas ke dalam sebuah gelas berbahan tanah liat. Air putih panas itu pun perlahan berubah dari tak berwarna menjadi kekuningan dan semakin pekat seiring memenuhi gelas bermotif kumpulan kepala Trol. Teh, minuman muggle yang ia rasa sangat cocok untuk relaksasi menyambut minggu pertama musim dingin dari dalam asrama Hufflepuff.
Baiklah. Mungkin, jika dilanjutkan tulisan ini akan menjadi sebuah fan fiction dari muggle yang masih belum mendapat surat undangannya menuju Hogwarts.
Bertahun-tahun membaca, menonton ulang, mengulik info, dan trivia tentang Harry Potter, sangat jarang melihat bagaimana Hufflepuff — salah satu dari empat asrama di Hogwarts dalam semesta Harry Potter — disorot. Mungkin baru beberapa tahun terakhir sejak Fantastic Beasts and Where to Find Them (2018) tayang, Hufflepuff mulai nampak ke permukaan. Mengingat tokoh utamanya, Newt Scamander, merupakan seorang yang berasal dari asrama yang didominasi ciri khas warna hitam dan kuning ini.
Sepanjang 7 seri buku Harry Potter, Hufflepuff tentu disinggung, tapi tidak sebanyak tiga asrama lainnya. Dalam film apalagi, tokoh Hufflepuff yang ditampilkan bisa dihitung jari: Helga Hufflepuff, Pomona Sprout, dan Cedric Diggory. Memang ada satu yang mencolok karena perannya, Nymphadora Tonks, tapi tidak membuat Hufflepuff punya nilai tambah. Hal ini merupakan salah satu pengaruh kenapa asrama dengan emblem luwak ini tidak terlalu populer. Ditambah lagi sifat dari asramanya terkesan biasa saja bagi sebagian orang.
Students belonging to this house were known to be hard-working, friendly, loyal, honest and rather impartial. It may be that due to their values, Hufflepuffs are not as competitive as the other houses, and are more modest about their accomplishments. Hufflepuff is the most inclusive among the four houses; valuing hard work, dedication, patience, loyalty, and fair play rather than a particular aptitude in its students.
Sepertinya benar biasa saja jika perbandingannya adalah asrama seperti Gryffindor yang menekankan keberanian dan sifat ksatria; Ravenclaw yang suka belajar, cerdas, dan bijaksana; Slytherin yang ambisius, lihai, berkepemimpinan kuat.
Tiga asrama ini jauh lebih menarik. Ditambah, karakter-karakter yang lokasi asramanya ini berada di ruang bawah tanah dekat dapur tidak muncul sesering tokoh dari tiga asrama lainnya dalam narasi.
Gryffindor, jangan ditanya. Ini adalah asrama si tokoh utama, pria berkacamata bulat. Belum lagi si kepala sekolah berjanggut putih itu lebih suka memihak asrama beremblem singa ini. Ravenclaw mempunyai si unik Luna Lovegood dan seeker Quidditch sekaligus perempuan yang pernah membuat perut Harry Potter menjadi “feel funny” di tahun keempatnya: Cho Chang. Serta Slytherin dengan pesona keluarga Malfoy, Severus Snape, dan Black Family.
Hadirnya Newt Scamander di Fantastic Beast and Where to Find Them (2018) mungkin bisa disebut menjadi sebuah antitesis terhadap pandangan orang-orang terhadap asrama dalam semesta Harry Potter. Berkebalikan dari seri Harry Potter yang menceritakan seorang anak terpilih, pemberani, nekat, dan pemberontak.
Kali ini petualangan tentang perburuan hewan-hewan gaib diceritakan melalui seorang pria yang berasal dari asrama yang tidak terlalu tersorot sebelumnya, outsider, diusir dari Hogwarts karena eksperimennya, unik, dan canggung — kalau menonton dan memerhatikan dengan baik, Newt selalu menghindari kontak mata jika berbicara dengan lawan bicaranya, dan Eddie Redmayne benar-benar cocok memerankannya.
Beberapa jawaban di Quora punya banyak variasi ketika menjawab pertanyaan “Why Hufflepuff so underrated?”. Namun, yang menarik perhatianku adalah sebuah artikel yang mengatakan kalau Hufflepuff merupakan sebuah asrama yang terbuka dan egaliter. Tidak mengeksklusifkan diri adalah poin terbaik dari asrama ini. Bahkan dalam Battle of Hogwarts, Hufflepuff merupakan asrama kedua setelah Gryffindor yang anggotanya turut bertempur.
Ditambah oleh J.K Rowling selaku penulis, Hufflepuff tetap bertahan untuk bertarung bukan karena mereka lapar akan pertempuran seperti rekan Gryffindor mereka tetapi karena mereka merasakan rasa tanggung jawab.
Dulu aku memandang kagum terhadap asrama yang di dalamnya penuh orang-orang pemberani, asrama yang di dalamnya penuh orang-orang bijaksana, asrama yang di dalamnya penuh orang-orang yang menghargai kemurnian. Ingin menjadi seperti salah satu atau kalau bisa semuanya.
Namun sekarang, dengan segala banyak hal yang sudah dilewati, mungkin pada akhirnya menjadi biasa saja, melakukan hal yang benar, dan bertanggung jawab adalah yang sebaik-baiknya dapat kita lakukan.
Just in case you want to try which houses are you at? Try it on www.wizardingworld.com. Yes, I am a Hufflepuff — it’s not the reason why I write this — on the very first try and my wand is a cypress wood with a unicorn hair core, 11 ¼" and surprisingly swishy flexibility. Ah, and my Patronus is a shrew.
Nox.